Selasa, 03 Januari 2012

Saul : Ketaatan atau Ketidaktaatan




KETIDAKTAATAN SAUL

I Samuel 15:1-22


1 Berkatalah Samuel kepada Saul: "Aku telah diutus oleh TUHAN untuk mengurapi engkau menjadi raja atas Israel, umat-Nya; oleh sebab itu, dengarkanlah bunyi firman TUHAN.
2 Beginilah firman TUHAN semesta alam: Aku akan membalas apa yang dilakukan orang Amalek kepada orang Israel, karena orang Amalek menghalang-halangi mereka, ketika orang Israel pergi dari Mesir.
3 Jadi pergilah sekarang, kalahkanlah orang Amalek, tumpaslah segala yang ada padanya, dan janganlah ada belas kasihan kepadanya. Bunuhlah semuanya, laki-laki maupun perempuan, kanak-kanak maupun anak-anak yang menyusu, lembu maupun domba, unta maupun keledai."
4 Lalu Saul memanggil rakyat berkumpul dan memeriksa barisan mereka di Telaim: ada dua ratus ribu orang pasukan berjalan kaki dan sepuluh ribu orang Yehuda.
5 Setelah Saul sampai ke kota orang Amalek, disuruhnyalah orang-orang menghadang di lembah.
6 Berkatalah Saul kepada orang Keni: "Berangkatlah, menjauhlah, pergilah dari tengah-tengah orang Amalek, supaya jangan kulenyapkan kamu bersama-sama dengan mereka. Bukankah kamu telah menunjukkan persahabatanmu kepada semua orang Israel, ketika mereka pergi dari Mesir?" Sesudah itu menjauhlah orang Keni dari tengah-tengah orang Amalek.
7 Lalu Saul memukul kalah orang Amalek mulai dari Hawila sampai ke Syur, yang di sebelah timur Mesir.
8 Agag, raja orang Amalek, ditangkapnya hidup-hidup, tetapi segenap rakyatnya ditumpasnya dengan mata pedang.
9 Tetapi Saul dan rakyat itu menyelamatkan Agag dan kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dan tambun, pula anak domba dan segala yang berharga: tidak mau mereka menumpas semuanya itu. Tetapi segala hewan yang tidak berharga dan yang buruk, itulah yang ditumpas mereka.
10 Lalu datanglah firman TUHAN kepada Samuel, demikian:
11 "Aku menyesal, karena Aku telah menjadikan Saul raja, sebab ia telah berbalik dari pada Aku dan tidak melaksanakan firman-Ku." Maka sakit hatilah Samuel dan ia berseru-seru kepada TUHAN semalam-malaman.
12 Lalu Samuel bangun pagi-pagi untuk bertemu dengan Saul, tetapi diberitahukan kepada Samuel, demikian: "Saul telah ke Karmel tadi dan telah didirikannya baginya suatu tanda peringatan; kemudian ia balik dan mengambil jurusan ke Gilgal."
13 Ketika Samuel sampai kepada Saul, berkatalah Saul kepadanya: "Diberkatilah kiranya engkau oleh TUHAN; aku telah melaksanakan firman TUHAN."
14 Tetapi kata Samuel: "Kalau begitu apakah bunyi kambing domba, yang sampai ke telingaku, dan bunyi lembu-lembu yang kudengar itu?"
15 Jawab Saul: "Semuanya itu dibawa dari pada orang Amalek, sebab rakyat menyelamatkan kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dengan maksud untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN, Allahmu; tetapi selebihnya telah kami tumpas."
16 Lalu berkatalah Samuel kepada Saul: "Sudahlah! Aku akan memberitahukan kepadamu apa yang difirmankan TUHAN kepadaku tadi malam." Kata Saul kepadanya: "Katakanlah."
17 Sesudah itu berkatalah Samuel: "Bukankah engkau, walaupun engkau kecil pada pemandanganmu sendiri, telah menjadi kepala atas suku-suku Israel? Dan bukankah TUHAN telah mengurapi engkau menjadi raja atas Israel?
18 TUHAN telah menyuruh engkau pergi, dengan pesan: Pergilah, tumpaslah orang-orang berdosa itu, yakni orang Amalek, berperanglah melawan mereka sampai engkau membinasakan mereka.
19 Mengapa engkau tidak mendengarkan suara TUHAN? Mengapa engkau mengambil jarahan dan melakukan apa yang jahat di mata TUHAN?"
20 Lalu kata Saul kepada Samuel: "Aku memang mendengarkan suara TUHAN dan mengikuti jalan yang telah disuruh TUHAN kepadaku dan aku membawa Agag, raja orang Amalek, tetapi orang Amalek itu sendiri telah kutumpas.
21 Tetapi rakyat mengambil dari jarahan itu kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dari yang dikhususkan untuk ditumpas itu, untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN, Allahmu, di Gilgal."
22 Tetapi jawab Samuel: "Apakah TUHAN itu berkenan kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara TUHAN? Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan.

Topik yang kurang populer dibicarakan pada saat ini adalah tentang “ketaatan”. Banyak orang tidak berbicara tentang “ketaatan”, karena seringkali orang mengartikan kata ketaatan dengan konotasi negatif, yaitu berhubungan dengan kata “jangan”. “Jangan lakukan ini!” atau “Jangan lakukan itu!”

Ketaatan bukanlah sebatas larangan untuk melakukan sesuatu atau keharusan untuk melakukan sesuatu. Ketaatan juga bukan sebatas satu tindakan atau kumpulan tindakan-tindakan. Akan tetapi, ketaatan merupakan suatu keseluruhan gaya hidup manusia. Sebagaimana Yesus, teladan kita, telah mendemonstrasikan gaya hidup “taat” sepanjang hidup-Nya. Alasan utama kedatangan-Nya ke dunia ini adalah untuk melakukan kehendak Allah (Ibrani 10:9) dan prinsip yang dijalankan oleh Yesus sepanjang hidupnya adalah prinsip “ketaatan” kepada Bapa yang telah mengutusnya.
                
Tanpa ketaatan, seseorang tidak dapat menyenangkan Allah dengan melakukan kehendak dan Firman-Nya. Tanpa ketaatan juga, seseorang tidak dapat menerima keselamatan yang telah dianugerahkan oleh Allah. Ketika kita percaya kepada Yesus Kristus, kita juga harus “taat” kepada Firman dan kehendak-Nya. Oleh karena itu, iman dan ketaatan tidak dapat dipisahkan dalam Kekristenan.  
                
Dari Perjanjian Lama sampai Perjanjian baru, topik yang digaris-bawahi adalah tentang “ketaatan”. Banyak tokoh-tokoh Alkitab yang diberkati dan disertai Allah karena ketaatan mereka kepada Allah. Selain itu juga, ada tokoh-tokoh yang mendapatkan kesulitan maupun hukuman atas ketidaktaatan mereka kepada perintah dan firman Allah.

Dalam perikop ini, kita akan membahas satu tokoh yang ditolak oleh Allah karena ketidaktaatannya. Oleh karena ketidaktaatannya ini, raja Saul, raja Israel yang pertama, ditolak oleh Allah. Allah menyesal karena telah memilihnya sebagai raja.    
                
Di dalam I Samuel 15:3, Allah berfirman kepada Nabi Samuel supaya menyampaikan perkataan Allah kepada raja Saul. Allah menyuruh raja Saul untuk mengalahkan orang Amalek, menumpas semuanya, baik laki-laki maupun perempuan, baik orang tua maupun anak-anak, maupun seluruh binatang dan ternak-ternak. Akan tetapi, apa yang diperintahkan oleh Allah kepada Saul tidak dilakukannya sesuai dengan Firman Allah yang didengarnya dari Nabi Samuel . Saul tidak melakukannya sesuai dengan kemauan Allah, tetapi ia melakukan perintah Allah dengan caranya sendiri.  
                
Ketika Saul mengalahkan orang Amalek, Saul tidak menumpas semuanya. Ia membawa Raja Agag, raja orang Amalek dan membawa ternak-ternak yang tambun beserta segala yang berharga. Raja Saul kemudian kembali menghadap Nabi Samuel dan berkata bahwa ia telah melakukan firman Tuhan   (I Sam 15:13), padahal apa yang dilakukan oleh Raja Saul tidak sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Tuhan. Menurut Raja Saul, ia telah melakukan Firman Tuhan dengan caranya sendiri. Akan tetapi, sebenarnya Raja Saul tidak melakukannya sesuai dengan apa yang difirmankan oleh Allah.
                
Jikalau kita mempelajari motif-motif yang mendasari “ketidaktaatan” Raja Saul, kita akan mengerti apa yang membuat Raja Saul lebih memilih untuk melakukan perintah Allah dengan caranya sendiri.  Ada tiga motif yang mendorong Raja Saul tidak taat kepada perintah Allah, yaitu:

1.      Motif Religius
Saul tidak menumpas seluruh ternak-ternak maupun binatang yang tambun karena ia berpikir bahwa ternak-ternak yang tambun tersebut akan ia persembahkan kepada Tuhan sebagai korban ucapan syukur (I Samuel 15:21). Sudah menjadi kebiasaan di Israel, ketika menang dalam peperangan melawan musuh, mereka mempersembahkan korban syukur kepada Allah karena Allah telah memimpin mereka. Oleh karena itu, Saul dan rakyat tidak memusnahkan hewan-hewan ternak yang tambun. Raja Saul berpikir bahwa apa yang dilakukannya ini akan menyenangkan hati Tuhan, karena dia mempersembahkan korban yang baik kepada Tuhan. Mempersembahkan korban kepada Tuhan itu memang baik, tetapi Raja Saul mempersembahkan korban kepada Tuhan dengan hasil “ketidaktaatannya”. Raja Saul mempersembahkan korban kepada Tuhan dengan hewan ternak yang seharusnya dimusnahkan olehnya.   

2.      Motif Ekonomi
Raja Saul juga menyelamatkan segala sesuatu yang berharga dari orang Amalek (I Samuel 15:9). Mereka tidak memusnahkan semuanya. Harta milik yang berharga dari orang Amalek mereka bawa. Mereka tergoda oleh kepunyaan, harta milik atau kekayaan orang Amalek sehingga mereka menyelamatkan semuanya itu dan tidak memusnahkannya. Mereka menjarah harta kepunyaan dari orang Amalek yang berharga. Mereka berpikir bahwa jarahan yang berharga tersebut akan menjadi pendukung sumber ekonomi mereka, oleh karena itu mereka tidak menumpas segala sesuatu yang ada pada orang Amalek.  

3.      Motif Pribadi
Raja Saul tidak memusnahkan Raja Agag, raja orang Amalek (I Samuel 15:8). Sebaliknya, ia membawa Raja Agag ke Israel. Hal ini tidak sesuai dengan perintah Allah yang menyuruhnya untuk memusnahkan semuanya, tanpa terkecuali (I Samuel 15:3).  Sudah menjadi kebiasaan pada saat itu, raja dari pihak musuh tidak dibunuh untuk dipertontonkan kepada rakyat. Raja dari pihak musuh dibawa berkeliling untuk dipertontonkan dan dipermalukan di hadapan rakyat banyak. Dengan melakukan hal ini, sang raja dari tuan rumah akan mendapat simpati dan penghormatan dari rakyatnya sendiri karena telah menangkap raja pihak musuh dan mengalahkan rakyatnya. Hal inilah yang akan dilakukan oleh Raja Saul, sehingga ia tidak membunuh raja Agag, raja orang Amalek itu.

Motif-motif itulah yang mendorong Raja Saul melakukan perintah Allah dengan caranya sendiri. Dengan kata lain, ia tidak melakukan tepat sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah. Motif-motif tersebut positif, tetapi karena dilakukan dengan suatu  “ketidaktaatan”, maka hal itu menjadi suatu kesalahan. Tidak salah Raja Saul ingin mempersembahkan korban yang baik kepada Tuhan dari ternak-ternak yang tambun sebagai korban ucapan syukur. Tidak salah Raja Saul ingin mencari dukungan keuangan dari harta berharga yang mereka temukan dari peperangan. Tidak salah Raja Saul ingin membawa berkeliling Raja pihak musuh untuk dipertontonkan di hadapan rakyatnya supaya ia mendapat simpati dan penghormatan dari rakyatnya. Hal-hal tersebut sudah menjadi kebiasaan pada masa itu, masa yang diwarnai dengan suasana berperang melawan musuh. Akan tetapi, karena Raja Saul tidak melakukan tepat seperti apa yang diperintahkan oleh Allah - yaitu memusnahkan semuanya tanpa terkecuali- maka apa yang dilakukan Raja Saul menjadi suatu kesalahan di mata Allah.    
                
Suasana yang dibangun dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru memang memiliki perbedaan tertentu. Di dalam Perjanjian Lama, Allah bekerja melalui satu bangsa pilihan Allah, yaitu bangsa Israel. Kehidupan bangsa Israel diwarnai dengan suasana peperangan melawan musuh. Dalam perjalanan bangsa Israel dari tanah Mesir menuju ke tanah Kanaan, mereka harus menjumpai bangsa-bangsa lain yang menghalangi perjalanan mereka menuju tanah yang dijanjikan Allah kepada mereka, yaitu Tanah Kanaan (Palestina sekarang). Begitu juga setelah mereka menempati tanah yang dijanjikan oleh Allah kepada mereka, mereka menghadapi bangsa-bangsa lain yang mengancam keberadaan hidup mereka itu. Suasana bangsa Israel di tengah bangsa-bangsa lain pada saat itu dapat digambarkan seperti perumpamaan “kalau tidak membunuh, dibunuh”. Jadi, kondisi orang Israel pada saat itu diwarnai dengan peperangan melawan bangsa lain untuk mempertahankan hidup mereka. Kemenangan Bangsa Israel menyimbolkan kemenangan dari Allah bangsa Israel yang Maha Kuasa. Berbeda dengan suasana Perjanjian Lama, di dalam Perjanjian Baru, Allah tidak hanya bekerja melalui satu bangsa saja, yaitu bangsa Israel, tetapi Allah juga bekerja bagi bangsa-bangsa lain. Di dalam Perjanjian Baru, Allah menyatakan diri-Nya melalui Kristus. Kristus datang untuk menggenapkan Hukum Taurat, yang tidak dapat membawa orang sepenuhnya pada keselamatan. Oleh karena itu, Kristus datang untuk menyelamatkan manusia yang tidak dapat menyelamatkan dirinya dari dosa(Yoh 3:16). Dan ajaran utama yang diajarkan oleh Yesus Kristus adalah ajaran mengenai kasih.       
                
Begitu juga dengan keadaan pada masa Raja Saul yang terjadi pada masa Perjanjian Lama, pada masa itu seringkali terjadi peperangan. Dan di dalam kondisi seperti itu, Allah memerintahkan Raja Saul untuk mengalahkan dan memusnahkan seluruh orang Amalek dan segala yang ada pada mereka. Dalam hal ini, perintah Allah ini bukanlah suatu legalisasi bahwa Allah menginginkan kematian orang lain atau Allah memerintahkan untuk membunuh orang lain. Akan tetapi, Allah ingin agar kemenangan bangsa Israel menjadi kesaksian bagi bangsa-bangsa lain bahwa Israel adalah bangsa pilihan Allah pada masa itu (masa Perjanjian Lama) dan Allah ingin menyatakan kepada bangsa-bangsa lain bahwa Allah orang Israel adalah Allah yang hidup dan berkuasa.    
                
Raja Saul akhirnya tidak melakukan perintah Allah sepenuhnya. Ia tidak membunuh Raja Agag dan tidak memusnahkan segala yang ada pada orang Amalek, baik itu hewan ternak yang tambun maupun segala yang berharga yang mereka temui. Oleh karena ketidaktaatannya ini, Allah menolak Raja Saul. Alasan penolakan Allah terhadap Raja Saul adalah karena motif-motif yang dilaksanakannya dijalankan tanpa “ketaatan” kepada perintah Allah. Satu hal yang Allah tuntut dari Raja Saul adalah “ketaatannya”. Dari kisah mengenai Raja Saul ini, kita bisa mengambil pelajaran bahwa:

1.     Persembahan atau Ibadah tanpa ketaatan adalah tidak berkenan di hadapan Allah. 
Raja Saul tidak menumpas seluruh ternak dari orang Amalek karena ia ingin mempersembahkan korban kepada Allah. Ia mempersembahkan korban kepada Allah dengan hewan ternak yang Allah perintahkan supaya dimusnahkan. Dalam hal ini, Raja Saul mempersembahkan korban kepada Allah dengan korban yang berasal dari tindakan ketidaktaatannya.

2.       Kekayaan atau Kelimpahan tanpa ketaatan adalah tidak berkenan di hadapan Allah.
Raja Saul juga membawa segala yang jarahan berharga dari orang Amalek dan tidak memusnahkannya. Padahal, Allah memerintahkan kepada Saul untuk memusnahkan segala yang ada pada orang Amalek, tanpa terkecuali. Segala harta yang berharga yang mereka dapatkan dari orang Amalek, didapatkan dari tindakan ketidaktaatan mereka kepada perintah Allah.

3.       Kehormatan tanpa ketaatan adalah tidak berkenan di hadapan Allah.
Raja Saul tidak membunuh raja Agag, supaya dia dipertontonkan dan dipermalukan di hadapan rakyat Israel sehingga Raja Saul mendapatkan simpati dan kehormatan dari rakyatnya sendiri. Akan tetapi, Allah telah memerintahkan kepada Raja Saul supaya ia memusnahkan orang Amalek tanpa terkecuali. Oleh karena itu, Nabi Samuel sendirilah yang turun tangan membunuh raja Agag itu, karena Raja Saul tidak menaaati perintah Allah. Raja Saul ingin mendapatkan simpati dan kehormatan dari rakyatnya dengan tindakan ketidaktaatannya kepada Allah.
                
Akhirnya, Allah menolak Saul sebagai raja Israel karena ketidaktaatannya. Apa yang ia lakukan menjadi tidak berkenan kepada Allah karena tindakan ketidaktaatannya kepada perintah Allah. Allah hanya menuntut ketaatan dari diri seorang raja Israel ini. Tanpa ketaatan, kita akan ditolak oleh Allah. Tanpa ketaatan, segala yang kita lakukan untuk Allah menjadi tidak berkenan di mata-Nya. Oleh karena itu, marilah kita belajar untuk hidup dalam ketaatan kepada Allah.
  
                      

               

                  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar