Jumat, 25 Februari 2011

Bertanding Dengan Kesungguhan



I Korintus 9:24-27 
“Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya! Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi. Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak.”




Setiap orang memiliki pandangan tersendiri mengenai apa hidup itu. Hal ini dipengaruhi oleh karena pengalaman dan pergumulan hidup dari setiap orang yang berbeda-beda. Sebagai contoh, jikalau kita bertanya tentang makna hidup itu kepada orang yang berbeda profesi, maka jawaban mereka pun akan berbeda. Pelajar mungkin akan mengatakan bahwa hidup itu adalah belajar dan belajar. Karyawan mungkin akan mengatakan bahwa hidup itu adalah bekerja dan bekerja. Penulis buku mungkin akan mengatakan bahwa hidup itu adalah menulis dan menulis.

Selain itu juga, ada orang yang mengatakan bahwa hidup adalah tantangan karena mungkin dalam kehidupannya ia mengalami banyak tantangan. Ada juga yang mungkin berpendapat bahwa hidup itu adalah keindahan karena di dalam hidup itu terdapat hal-hal yang indah. Ada juga mungkin yang berpendapat bahwa hidup itu adalah penderitaan karena di dalam hidup terdapat hal-hal yang membuat manusia menderita. Masih banyak pandangan lainnya mengenai apakah makna hidup itu sesuai dengan pengalaman subjektif seseorang. Mungkin juga anda sendiri memiliki pandangan hidup yang berbeda tentang makna hidup itu. 

Lalu apa kata Alkitab mengenai hidup itu? Di dalam bacaan di atas, Rasul Paulus mengatakan bahwa hidup itu adalah pertandingan. Kita bagaikan seorang atlet yang bertanding dalam suatu pertandingan. Sebelum kita membahas lebih lanjut mengenai pertandingan ini, kita akan melihat bagaimana keadaan kota Korintus, di mana surat ini ditujukan oleh Rasul Paulus. Kota Korintus adalah kota besar yang menjadi salah satu propinsi di daerah Yunani. Kota ini terletak di antara dua laut, yaitu Laut Tengah dan Laut Hitam sehingga letaknya sangat strategis. Sebagai kota pelabuhan, Korintus menjadi pusat perdagangan dan industri sehingga banyak didatangi oleh orang-orang dari berbagai suku bangsa. Kota ini dikenal sebagai kota yang makmur. Ada juga hal-hal yang negatif dari kota ini. Kota ini dikenal sebagai kota seks. Praktek prostitusi, pelacuran dan percabulan bertumbuh di kota ini. Penyembahan berhala kepada dewa-dewa terjadi di kota ini. Berbagai aliran filsafat dan agama muncul sebagai akibat masuknya pengaruh dari luar. Melihat keadaan Korintus yang seperti itu, keadaan masyarakat khususnya jemaat di Korintus pasti menghadapi banyak persoalan dan pergumulan. Oleh karena itu, tujuan surat Paulus ini ialah untuk menolong anggota jemaat dalam menyelesaikan persoalan yang ada dan memberi nasehat bagaimana seharusnya jemaat Korintus hidup sebagai pengikut Kristus. Paulus tidak ingin jemaat terbawa-bawa atau mengikuti cara hidup masyarakat Korintus yang melakukan kejahatan.

Di dalam I Korintus 9 ini, Paulus berbicara tentang hak dan kewajiban seorang rasul. Sebagai seorang rasul, Paulus tidak menggunakan haknya, yaitu ia tidak menuntut apa dari yang telah ditaburnya. Ia melakukan pemberitaan Injil bukan karena upah, tetapi karena merupakan tanggung jawabnya. Rasul Paulus memfokuskan dirinya kepada pemberitaan Injil. Apa yang dilakukannya adalah karena Injil.

Di dalam ayat 24-27 ini, Rasul Paulus mengatakan bahwa hidup ini bagaikan pertandingan. Sebagai seorang rasul, apa yang ia lakukan bukan asal-asalan atau sembarangan saja. Ia bukan pelari yang berlari tanpa tujuan. Ia juga bukan petinju yang sembarangan saja memukul. Perjalanan hidup Rasul Paulus, pergumulan hidupnya, kegiatan misi yang dia lakukan bukan tanpa tujuan.

Di dalam suatu pertandingan, semua atlet bertanding dengan penuh kesungguhan, tidak asal-asalan. Mana ada orang bertanding renang sambil bergurau? Mana ada orang bertanding sepak bola sambil mendengarkan radio? Mana ada orang bertanding dalam lomba lari sambil makan? Mana ada orang bertinju sambil mengantuk? Semua atlet itu melakukan pertandingannya dengan sungguh-sungguh. Tidak dengan setengah hati, melainkan dengan sepenuh hati. Tidak sambil ini dan itu, tetapi dengan penuh konsentrasi. Mereka melakukannya dengan sekuat tenaga dan sebaik mungkin. Dalam bertanding olahraga apapun, tiap atlet melakukan pertandingannya dengan penuh kesungguhan supaya mencapai hasil yang terbaik. Itulah hakikat dari suatu pertandingan.

Untuk mencapai hasil yang maksimal seorang atlet harus melatih dirinya dan menguasai dirinya dengan tujuan memenangkan pertandingan itu. Menurut Rasul Paulus, tiap atlet perlu “menguasai dirinya” dalam segala hal. Kata “menguasai diri” dalam bahasa Yunani adalah egkrateuomai, dan kata ini dapat diterjemahkan:

1.)         Mengekang diri
Untuk menguasai diri, seseorang perlu mengekang dirinya. Seorang atlet yang sedang bertanding tidak perlu melakukan sesuatu yang dapat menggangu konsentrasinya. Sebagai contoh, seorang pelari yang sedang berlari di lintasan tidak perlu melihat jam tangannya supaya kecepatannya tetap maksimal dan mengurangi kemungkinan bersenggolnya dengan pelari lain. Dengan mengekang diri, seseorang tidak melakukan sesuatu hal yang tidak perlu dilakukannya.

2.)         Memusatkan diri
Untuk menguasai diri, seseorang perlu memusatkan dirinya pada apa yang dilakukannya. Seorang atlet yang ingin menjadi pemenang harus memusatkan diri pada pertandingan yang sedang dilakukannya. Sebagai contoh, seorang pelari yang mau memenangkan pertandingan harus memusatkan pikirannya bagaimana dia harus berlari dengan sebaik-baiknya serta menggunakan kekuatannya secara efisien dan maksimal untuk memenangkan pertandingan itu. Dengan memusatkan diri, seseorang berusaha melakukan apa yang harus dilakukannya.

3.)         Menghindari diri
Untuk menguasai diri, seseorang perlu menghindari diri dari apa yang tidak boleh dilakukan. Seorang atlet tidak boleh melakukan hal yang dilarang pada saat bertanding. Sebagai contoh, seorang pelari tidak boleh menjegal kaki pelari lainnya. Seorang atlet yang melakukan kecurangan akan didiskualifikasi. Dengan menghindari diri, seseorang tidak melakukan apa yang tidak boleh atau dilarang untuk dilakukan.

mengekang diri  = tidak melakukan apa yang tidak perlu
memusatkan diri  = melakukan apa yang harus dilakukan
menghindari diri  = tidak melakukan apa yang tidak boleh/dilarang

Di dalam pertandingan, seorang atlet tidak bertanding sendiri melainkan memiliki lawan tanding. Begitu juga dalam pertandingan rohani atau pertandingan iman, iblis adalah lawan tanding kita (Efesus 6:12). Lawan kita yang sebenarnya bukanlah darah dan daging. Lawan kita yang sebenarnya bukanlah sesama kita, manusia ciptaan Allah. Kita bertanding untuk mengalahkan iblis dan keinginan-keinginan kita.

Di dalam pertandingan, ada kalah dan menang. Syarat utama seseorang memenangkan pertandingan iman ini adalah berjalan bersama dengan Yesus (Roma 8:37). Perjalanan bersama dengan Kristus setiap hari maupun setiap saat memimpin kita untuk terus melatih diri hidup di dalam kebenaran dan tetap menguasai diri dalam menjalani pertandingan iman.

Hal yang harus dilakukan oleh atlet agar dapat memenangkan pertandingan adalah melatih diri dan menguasai diri. Untuk melakukan ini, seorang atlet harus memiliki kedisiplinan dan pengorbanan diri. Ini menyatakan bahwa atlet tersebut sungguh-sungguh menjalankan pertandingan dan tidak asal-asalan bertanding. Sebagai pengikut Kristus, kita melatih diri kita dengan melakukan "ibadah" karena hal ini merupakan latihan rohani bagi kita (1 Timotius 4:8). Penguasaan diri merupakan sikap hidup berjalan menurut kebenaran dan mau dibimbing oleh Roh Allah. Penguasaan diri juga adalah salah satu buah dari pimpinan Roh Allah (Galatia 5:23).

Satu hal yang perlu kita ingat bahwa seorang pemenang bukan berarti tidak pernah jatuh. Seorang juara lari tidak berarti tidak pernah jatuh di lintasan. Seorang juara tinju tidak berarti tidak pernah kena pukul. Dalam pertandingan rohani, kita bisa saja jatuh. Jatuh dalam ketidaksetiaan, jatuh dalam perselisihan, jatuh dalam kebencian, jatuh dalam kepentingan diri sendiri, jatuh dalam iri hati, jatuh dalam pemberontakan terhadap Allah, dll. Akan tetapi, bagaimana kita bangkit dan terus melanjutkan pertandingan hidup kita dengan sungguh-sungguh sampai akhir hidup kita.

Rasul Paulus menasehatkan kepada jemaat Korintus agar mereka tidak terbawa-bawa dan terpengaruh oleh keadaan kota itu dan orang lain yang melakukan kejahatan dan dosa. Pengikut Kristus yang setia harus tetap dapat menguasai dirinya dan melatih dirinya berjalan di dalam kehendak Allah. Ada mahkota abadi yang sudah menunggu bagi mereka yang mau tetap bertanding dan berjuang sampai garis akhir. 

Amin…
           


           
              
                
   
           


Senin, 21 Februari 2011

Gaya Hidup Menghamba




Sebagai murid Kristus, Alkitab menggambarkan bahwa kita tidak hanya disebut sebagai anak Allah, kekasih Allah, sahabat Allah, melainkan juga sebagai hamba Allah. Sebagai anak Allah, kita berhak menerima janji Allah dan menjadi ahli waris Allah dalam kerajaan-Nya yang kekal. Sebagai kekasih Allah, kita harus setia kepada Allah dan jangan menduakan-Nya. Sebagai sahabat Allah, kita memiliki hubungan yang akrab dengan Allah dan mengetahui hal-hal yang rahasia dari Allah. Begitu juga, sebagai hamba Allah, kita harus menaati apa yang diperintahkan oleh Allah.

Tuhan Yesus sering kali menggunakan perumpamaan-perumpamaan dalam menjelaskan pengajaran-Nya kepada murid-murid-Nya maupun kepada orang lain yang mendengarkan-Nya. Dari perumpamaan-perumpamaan tersebut, ada yang berbicara tentang hubungan antara hamba dan tuan. Ada hal-hal menarik yang bisa kita pelajari dari hubungan antara seorang tuan dan hambanya.

Bagaimanakah cara hidup seorang hamba? Bagaimanakah gaya hidup menghamba? Melalui beberapa perumpamaan dari Tuhan Yesus di bawah ini, kita akan mempelajari bagaimana cara hidup menghamba dan aspek-aspek yang ditekankan sebagai seorang hamba.

1.         Kepatuhan Total
Di dalam Lukas 14:16-24 terdapat suatu perumpamaan yang menceritakan tentang seorang tuan yang mengadakan perjamuan. Tuan ini menyuruh hambanya untuk mengundang orang lain datang ke pestanya. Akan tetapi, para undangannya tidak bisa datang. Lalu tuan itu pun menyuruh hamba-hambanya untuk membawa orang miskin, orang buta, orang lumpuh, siapapun yang hamba itu temui di jalan. Di dalam perumpamaan ini, diceritakan mengenai hamba yang menjalankan perintah tuannya dengan patuh apapun yang disuruh oleh tuannya. Salah satu aspek yang bisa ditarik dari perumpamaan ini adalah kepatuhan total. Seorang hamba harus memiliki kepatuhan total terhadap perintah tuannya. 

2.         Mau Lelah
Di dalam Lukas 17:7-10 dijelaskan mengenai seorang hamba ditugaskan untuk membajak dan menggembalakan ternak tuannya di ladang. Setelah pulang di rumah tuannya, hamba itu kemudian menyediakan makanan untuk tuannya. Setelah tuannya itu selesai makan, barulah hamba itu makan. Hamba itu melakukan semuanya itu karena sudah menjadi tugasnya. Salah satu aspek yang bisa ditarik dari perumpamaan ini adalah mau lelah. Seorang hamba harus mau lelah untuk menyelesaikan semua tugas dan tanggung jawabnya.

3.         Jujur
Di dalam Lukas 19:11-27 dijelaskan mengenai hamba-hamba disuruh oleh tuannya untuk berdagang dengan memberikan masing-masing uang 1 mina untuk dijadikan modal berdagang. Ada hamba yang berhasil menghasilkan 10 mina dan ada juga yang berhasil menghasilkan 5 mina. Seluruh laba dari hasil berdagang itu mereka serahkan kepada tuannya. Tidak ada yang disimpan atau dikantongi oleh hamba-hamba ini. Mereka mengembalikan apa yang dipinjamkan dan apa yang dihasilkan dari usaha berdagang kepada tuannya. Salah satu aspek yang bisa ditarik dari perumpamaan ini adalah kejujuran. Seorang hamba harus memiliki kejujuran dalam melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya.

4.         Kesetiaan
Dalam Matius 25:14-30 dijelaskan mengenai seorang tuan yang mempercayakan hartanya kepada hamba-hambanya. Ada hamba yang dipercayakan 5 talenta, ada hamba yang dipercayakan 2 talenta dan ada juga hamba yang hanya dipercayakan 1 talenta. Yang menjadi catatan adalah hamba-hamba ini dipercayakan sesuai dengan kesanggupannya. Hamba yang dipercayakan 5 talenta menghasilkan laba 5 talenta. Hamba yang dipercayakan 2 talenta menghasilkan laba 2 talenta. Akan tetapi, hamba yang dipercayakan 1 talenta itu hanya menyembunyikan harta tuannya dalam tanah.  Hamba yang dipercayakan 5 talenta dan 2 talenta itu menjalankan uang tuannya dengan setia. Sedangkan hamba yang dipercayakan 1 talenta itu hanya bermalas-malas saja dan menyimpan uang tuannya di dalam tanah. Hamba-hamba yang beroleh laba diberikan tanggung jawab yang lebih besar karena sudah setia dalam perkara kecil, sedangkan hamba yang tidak setia itu dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap. Salah satu aspek yang bisa ditarik dari perumpamaan ini adalah kesetiaan. Seorang hamba harus memiliki kesetiaan terhadap apa yang dipercayakan tuannya.

5.         Mau Mengampuni
Dalam Matius 18:23-35 dijelaskan mengenai seorang tuan yang mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Ada hamba yang berhutang 10.000 talenta (60.000.000 dinar) kepada tuannya, tetapi dia tidak mampu melunaskan hutangnya itu. Tuan itu hendak menjual hamba itu beserta anak-isterinya sebagai pembayar hutang. Akan tetapi, karena hamba ini meminta belas kasihan tuannya, tuan itu tergerak untuk membebaskan dan menghapuskan hutang hambanya itu. Ketika hamba itu keluar, dia bertemu dengan hamba lain yang hanya berhutang 100 dinar kepadanya dan menjebloskannya ke dalam penjara. Melihat itu, kawan-kawannya yang lain sangat sedih dan menyampaikan apa yang terjadi kepada tuan itu. Ketika tuan itu mengetahui hal ini, maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo. Salah satu aspek yang bisa ditarik dari perumpamaan ini adalah mau mengampuni. Sebagaimana hamba ini sudah diampuni oleh tuannya, ia juga harus mengampuni hamba-hamba yang lainnya.

6.         Upah Sebagai Anugerah
Di dalam Matius 20:1-16 dijelaskan tentang seorang tuan yang mencari pekerja-pekerja harian untuk bekerja di kebun anggurnya. Ada yang bekerja sejak pagi-pagi benar, pukul 9 pagi, pukul 12 siang, pukul 3 petang dan yang terakhir pukul 5 petang. Akan tetapi, ketika tiba saatnya untuk membayar upah, setiap pekerja mendapat upah yang sama. pekerja-pekerja yang masuk terlebih dahulu bersungut-sungut karena mereka mendapat upah yang sama dengan pekerja yang masuk terakhir, yaitu 1 dinar. Salah satu aspek yang bisa ditarik dari perumpamaan ini adalah menerima upah sebagai anugerah. Seorang pekerja/hamba harus menerima upah yang diberikan tuannya dengan ucapan syukur; jangan bersungut-sungut, apalagi menuntut lebih. Upah yang diberikan oleh tuan itu bukan karena banyaknya yang dikerjakan atau lamanya bekerja, tetapi hanya karena anugerah.

7.         Berjaga-jaga
Di dalam Lukas 12:36-40 dijelaskan mengenai seorang hamba yang berjaga-jaga menunggu tuannya pulang dari perkawinan. Hamba ini tidak mengetahui kapan tuannya pulang apakah pada waktu tengah malam atau dini hari.  Berbahagialah hamba-hamba yang berjaga-jaga. Jika tuannya pulang entah itu pada tengah malam atau pada dini hari, ia bisa menyambut kepulangan tuannya dan membukakannya pintu. Salah satu aspek yang bisa ditarik dari perumpamaan ini adalah berjaga-jaga. Seorang hamba harus berjaga-jaga menunggu tuannya akan pulang itu dan membukakannya pintu.

Dari beberapa perumpamaan tersebut, kita bisa mengetahui bagaimana gaya hidup yang dituntut dari seorang hamba. Itulah yang diperbuat oleh seorang hamba. Ada spesifikasi tertentu yang harus dipenuhi oleh seseorang ketika dia menjadi hamba.

Lalu bagaimana dengan Yesus? Yesus sendiri mempraktekan gaya hidup menghamba. Yesus memberi contoh dan teladan kepada para murid-Nya bagaimana menjalankan hidup menghamba. Yesus melayani murid-murid-Nya; Yesus membasuh kaki para murid-Nya; Yesus rela hidup dalam kesederhanaan; Yesus pergi dari satu tempat ke tempat lain untuk memberitakan Kerajaan Allah dengan mengabaikan rasa lelah; Yesus rela dibenci, difitnah diludahi; Yesus taat kepada perintah Bapa untuk mewujudkan visi dan misi-Nya sampai mati di kayu salib, Yesus mengampuni orang-orang yang menyalibkan-Nya.

Menjadi hamba adalah suatu panggilan dari Tuhan. Memang tidak gampang menjadi hamba. Ada hal yang harus dilakukan dan ada hal yang harus dikorbankan. Tuhan Yesus berkata: “Barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba…” (Markus 10:44). Inilah rahasia menjadi hamba Kristus. Dalam pandangan Allah, posisi kita menjadi terkemuka dengan menjadi hamba Kristus.