Senin, 21 Februari 2011

Gaya Hidup Menghamba




Sebagai murid Kristus, Alkitab menggambarkan bahwa kita tidak hanya disebut sebagai anak Allah, kekasih Allah, sahabat Allah, melainkan juga sebagai hamba Allah. Sebagai anak Allah, kita berhak menerima janji Allah dan menjadi ahli waris Allah dalam kerajaan-Nya yang kekal. Sebagai kekasih Allah, kita harus setia kepada Allah dan jangan menduakan-Nya. Sebagai sahabat Allah, kita memiliki hubungan yang akrab dengan Allah dan mengetahui hal-hal yang rahasia dari Allah. Begitu juga, sebagai hamba Allah, kita harus menaati apa yang diperintahkan oleh Allah.

Tuhan Yesus sering kali menggunakan perumpamaan-perumpamaan dalam menjelaskan pengajaran-Nya kepada murid-murid-Nya maupun kepada orang lain yang mendengarkan-Nya. Dari perumpamaan-perumpamaan tersebut, ada yang berbicara tentang hubungan antara hamba dan tuan. Ada hal-hal menarik yang bisa kita pelajari dari hubungan antara seorang tuan dan hambanya.

Bagaimanakah cara hidup seorang hamba? Bagaimanakah gaya hidup menghamba? Melalui beberapa perumpamaan dari Tuhan Yesus di bawah ini, kita akan mempelajari bagaimana cara hidup menghamba dan aspek-aspek yang ditekankan sebagai seorang hamba.

1.         Kepatuhan Total
Di dalam Lukas 14:16-24 terdapat suatu perumpamaan yang menceritakan tentang seorang tuan yang mengadakan perjamuan. Tuan ini menyuruh hambanya untuk mengundang orang lain datang ke pestanya. Akan tetapi, para undangannya tidak bisa datang. Lalu tuan itu pun menyuruh hamba-hambanya untuk membawa orang miskin, orang buta, orang lumpuh, siapapun yang hamba itu temui di jalan. Di dalam perumpamaan ini, diceritakan mengenai hamba yang menjalankan perintah tuannya dengan patuh apapun yang disuruh oleh tuannya. Salah satu aspek yang bisa ditarik dari perumpamaan ini adalah kepatuhan total. Seorang hamba harus memiliki kepatuhan total terhadap perintah tuannya. 

2.         Mau Lelah
Di dalam Lukas 17:7-10 dijelaskan mengenai seorang hamba ditugaskan untuk membajak dan menggembalakan ternak tuannya di ladang. Setelah pulang di rumah tuannya, hamba itu kemudian menyediakan makanan untuk tuannya. Setelah tuannya itu selesai makan, barulah hamba itu makan. Hamba itu melakukan semuanya itu karena sudah menjadi tugasnya. Salah satu aspek yang bisa ditarik dari perumpamaan ini adalah mau lelah. Seorang hamba harus mau lelah untuk menyelesaikan semua tugas dan tanggung jawabnya.

3.         Jujur
Di dalam Lukas 19:11-27 dijelaskan mengenai hamba-hamba disuruh oleh tuannya untuk berdagang dengan memberikan masing-masing uang 1 mina untuk dijadikan modal berdagang. Ada hamba yang berhasil menghasilkan 10 mina dan ada juga yang berhasil menghasilkan 5 mina. Seluruh laba dari hasil berdagang itu mereka serahkan kepada tuannya. Tidak ada yang disimpan atau dikantongi oleh hamba-hamba ini. Mereka mengembalikan apa yang dipinjamkan dan apa yang dihasilkan dari usaha berdagang kepada tuannya. Salah satu aspek yang bisa ditarik dari perumpamaan ini adalah kejujuran. Seorang hamba harus memiliki kejujuran dalam melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya.

4.         Kesetiaan
Dalam Matius 25:14-30 dijelaskan mengenai seorang tuan yang mempercayakan hartanya kepada hamba-hambanya. Ada hamba yang dipercayakan 5 talenta, ada hamba yang dipercayakan 2 talenta dan ada juga hamba yang hanya dipercayakan 1 talenta. Yang menjadi catatan adalah hamba-hamba ini dipercayakan sesuai dengan kesanggupannya. Hamba yang dipercayakan 5 talenta menghasilkan laba 5 talenta. Hamba yang dipercayakan 2 talenta menghasilkan laba 2 talenta. Akan tetapi, hamba yang dipercayakan 1 talenta itu hanya menyembunyikan harta tuannya dalam tanah.  Hamba yang dipercayakan 5 talenta dan 2 talenta itu menjalankan uang tuannya dengan setia. Sedangkan hamba yang dipercayakan 1 talenta itu hanya bermalas-malas saja dan menyimpan uang tuannya di dalam tanah. Hamba-hamba yang beroleh laba diberikan tanggung jawab yang lebih besar karena sudah setia dalam perkara kecil, sedangkan hamba yang tidak setia itu dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap. Salah satu aspek yang bisa ditarik dari perumpamaan ini adalah kesetiaan. Seorang hamba harus memiliki kesetiaan terhadap apa yang dipercayakan tuannya.

5.         Mau Mengampuni
Dalam Matius 18:23-35 dijelaskan mengenai seorang tuan yang mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Ada hamba yang berhutang 10.000 talenta (60.000.000 dinar) kepada tuannya, tetapi dia tidak mampu melunaskan hutangnya itu. Tuan itu hendak menjual hamba itu beserta anak-isterinya sebagai pembayar hutang. Akan tetapi, karena hamba ini meminta belas kasihan tuannya, tuan itu tergerak untuk membebaskan dan menghapuskan hutang hambanya itu. Ketika hamba itu keluar, dia bertemu dengan hamba lain yang hanya berhutang 100 dinar kepadanya dan menjebloskannya ke dalam penjara. Melihat itu, kawan-kawannya yang lain sangat sedih dan menyampaikan apa yang terjadi kepada tuan itu. Ketika tuan itu mengetahui hal ini, maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo. Salah satu aspek yang bisa ditarik dari perumpamaan ini adalah mau mengampuni. Sebagaimana hamba ini sudah diampuni oleh tuannya, ia juga harus mengampuni hamba-hamba yang lainnya.

6.         Upah Sebagai Anugerah
Di dalam Matius 20:1-16 dijelaskan tentang seorang tuan yang mencari pekerja-pekerja harian untuk bekerja di kebun anggurnya. Ada yang bekerja sejak pagi-pagi benar, pukul 9 pagi, pukul 12 siang, pukul 3 petang dan yang terakhir pukul 5 petang. Akan tetapi, ketika tiba saatnya untuk membayar upah, setiap pekerja mendapat upah yang sama. pekerja-pekerja yang masuk terlebih dahulu bersungut-sungut karena mereka mendapat upah yang sama dengan pekerja yang masuk terakhir, yaitu 1 dinar. Salah satu aspek yang bisa ditarik dari perumpamaan ini adalah menerima upah sebagai anugerah. Seorang pekerja/hamba harus menerima upah yang diberikan tuannya dengan ucapan syukur; jangan bersungut-sungut, apalagi menuntut lebih. Upah yang diberikan oleh tuan itu bukan karena banyaknya yang dikerjakan atau lamanya bekerja, tetapi hanya karena anugerah.

7.         Berjaga-jaga
Di dalam Lukas 12:36-40 dijelaskan mengenai seorang hamba yang berjaga-jaga menunggu tuannya pulang dari perkawinan. Hamba ini tidak mengetahui kapan tuannya pulang apakah pada waktu tengah malam atau dini hari.  Berbahagialah hamba-hamba yang berjaga-jaga. Jika tuannya pulang entah itu pada tengah malam atau pada dini hari, ia bisa menyambut kepulangan tuannya dan membukakannya pintu. Salah satu aspek yang bisa ditarik dari perumpamaan ini adalah berjaga-jaga. Seorang hamba harus berjaga-jaga menunggu tuannya akan pulang itu dan membukakannya pintu.

Dari beberapa perumpamaan tersebut, kita bisa mengetahui bagaimana gaya hidup yang dituntut dari seorang hamba. Itulah yang diperbuat oleh seorang hamba. Ada spesifikasi tertentu yang harus dipenuhi oleh seseorang ketika dia menjadi hamba.

Lalu bagaimana dengan Yesus? Yesus sendiri mempraktekan gaya hidup menghamba. Yesus memberi contoh dan teladan kepada para murid-Nya bagaimana menjalankan hidup menghamba. Yesus melayani murid-murid-Nya; Yesus membasuh kaki para murid-Nya; Yesus rela hidup dalam kesederhanaan; Yesus pergi dari satu tempat ke tempat lain untuk memberitakan Kerajaan Allah dengan mengabaikan rasa lelah; Yesus rela dibenci, difitnah diludahi; Yesus taat kepada perintah Bapa untuk mewujudkan visi dan misi-Nya sampai mati di kayu salib, Yesus mengampuni orang-orang yang menyalibkan-Nya.

Menjadi hamba adalah suatu panggilan dari Tuhan. Memang tidak gampang menjadi hamba. Ada hal yang harus dilakukan dan ada hal yang harus dikorbankan. Tuhan Yesus berkata: “Barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba…” (Markus 10:44). Inilah rahasia menjadi hamba Kristus. Dalam pandangan Allah, posisi kita menjadi terkemuka dengan menjadi hamba Kristus.