2 Korintus 4:16-18
16 Sebab itu kami tidak tawar hati,
tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah
kami dibaharui dari sehari ke sehari.
17 Sebab penderitaan ringan yang
sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi
segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami.
18 Sebab kami tidak memperhatikan yang
kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah
sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal.
Sebagai
seorang rasul yang dipanggil oleh Allah, Rasul Paulus mengalami banyak
kesulitan, tantangan, penderitaan dalam memberitakan Injil Allah kepada
bangsa-bangsa lain. Akan tetapi, ia meyakini bahwa Allah yang sudah memanggil
dia dan memberikan kepercayaan itu akan tetap menyertai dan membela dalam
perjalanan misinya. Dalam Surat 2 Korintus ini, Rasul Paulus membeberkan
kesulitan, penderitaan yang dia alami dalam perjalanan misinya. 3 kali
mengalami karam kapal, terkatung-katung ditengah laut, tetapi Allah tetap
menolong (2 Korintus 11:25). 5 kali disesah orang Yahudi, setiap kali disesah
empat puluh kurang satu pukulan (2 Korintus 11:24). 1 kali dirajam dengan batu
kemudian diseret ke luar kota karena orang-orang menyangka dia telah mati (2
Koritus 11:25). Ia mengalami apa yang namanya kelaparan, kedinginan, kurang
tidur, bekerja berat (2 Korintus 11:27).
Selain
itu juga, Rasul Paulus mengalami tantangan dari dalam jemaat. Ada orang-orang
yang mempertanyakan status, kewibawaan kerasulan dari Paulus (2 korintus
12:11-18). Hal lain yang menyebabkan jemaat Korintus mengkritik Paulus adalah
keputusannya untuk tidak bergantung secara finansial kepada mereka (2 Korintus
11:7-9). Akan tetapi, semuanya itu tidak membuat Rasul Paulus tawar hati.
Rasul
Paulus melakukan semuanya itu karena Injil. Dia tidak menjadi tawar hati. Dalam
Alkitab versi King
James Version, digunakan kata faint not untuk
kata tidak
tawar hati. Dalam Alkitab versi New English
Translation, digunakan kata not despair
untuk kata tidak
tawar hati. Rasul Paulus tidak menjadi lemah dan tidak menjadi putus
asa dalam menghadapi semuanya itu.
Apakah
yang menjadi rahasia Rasul Paulus tetap tidak tawar hati:
1.) Memiliki Pilihan yang Tepat (2 Korintus 4:16)
Secara
alami, manusia lahiriah atau tubuh jasmani akan menjadi lemah dan mengalami
penurunan sejalan dengan berjalannya waktu. Ini merupakan hukum alam yang tidak
dapat ditentang, setiap manusia akan menjadi tua dan mengalami penurunan fisik.
Akan tetapi, Rasul Paulus mengambil suatu pilihan yang tepat yaitu walaupun
manusia lahiriahnya semakin merosot, manusia batiniahnya semakin diperbaharui
dan diperkuat.
Ada
dua pilihan bagi manusia yaitu apakah manusia batiniahnya semakin diperbaharui
atau semakin menurun seiring dengan menurunnya manusia lahiriah yang diterpa
usia. Jikalau seseorang tetap melekat pada Tuhan, tetap mengandalkan Tuhan,
tetap setia kepada Tuhan, manusia batiniahnya semakin diperbaharui walaupun
manusia lahiriahnya semakin merosot karena usia. Sebaliknya, jikalau seseorang
semakin jauh dari Tuhan, mengandalkan diri sendiri (kepandaian, kekayaan,
jabatan, penampilan dll.), meninggalkan Tuhan, manusia batiniahnya semakin
menurun ketika manusia lahiriahnya semakin menurun juga karena usia.
Rasul
Paulus tidak menjadi tawar hati. Ia tidak menjadi lemah dan berputus asa
ditengah kesulitan dan penderitaan yang dia alami dalam menjalankan panggilannya.
Ia mengetahui bahwa di dalam Tuhan, bersama dengan Tuhan, manusia batiniahnya
semakin diperbaharui walaupun manusia lahiriahnya semakin menurun karena usia.
Nabi Yesaya berkata bahwa orang-orang yang menanti-nantikan Tuhan mendapat
kekuatan baru. Mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan
sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu; mereka berjalan dan tidak
menjadi lelah (Yesaya 40:31). Dipandang dari sisi rohani, kehidupan merupakan
gerak mendaki bukit menuju ke hadirat Allah. Manusia tidak perlu takut terhadap
tahun-tahun yang akan datang, karena tahun-tahun itu akan membawanya makin
dekat, tidak kepada kematian tetapi kepada Allah.
2.) Memiliki Pengharapan (2 Korintus 4:17)
Rasul
Paulus memiliki pengharapan bahwa penderitaan yang dialaminya turut mengerjakan
kemuliaan kekal nanti. Paulus meyakini bahwa penderitaan dan kesulitan yang dia
alami tidaklah sia-sia. Dia meyakini bahwa Allah turut bekerja melalui
kesulitan dan penderitaan yang dia alami untuk mendatangkan kebaikan bagi orang
yang mengasihi Dia (Roma 8:28). Dia juga meyakini bahwa penderitaan sekarang
ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan nanti (Roma
8:18).
Mengapa
Rasul Paulus tidak menghindar dari penderitaan yang dia alami? Karena dia
mengetahui bahwa sebagai murid Kristus, kita tidak hanya dikaruniakan untuk
percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita bagi Dia (Filipi 1:29).
Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus
Kristus, Dia datang ke dalam dunia ini untuk mengambil bagian dalam
penderitaan. Di dalam penderitaanNya itu, Dia mengerjakan keselamatan bagi
seluruh umat manusia. Di dalam Kristus, penderitaan itu adalah panggilan dan
karunia (1 Petrus 2:21; Filipi 1:29).
Ada
sebuah perumpamaan tentang dua orang pengusaha yang akan melakukan perjalanan
bersama untuk mengadakan bisnis di seberang lautan. Mereka menyewa kapal laut
untuk menyeberangi lautan menuju ke sebuah pulau. Akan tetapi, dalam perjalanan
di tengah laut, datanglah badai, ombak dan angin kencang menerpa kapal itu
sehingga kapal itu hancur menjadi puing-puing di tengah laut. Untuk
menyelamatkan diri mereka, kedua orang tersebut berusaha untuk memegang pada
puing-puing kayu yang mengapung. Pengusaha yang pertama tetap memiliki
pengharapan bahwa pasti akan ada orang yang akan menyelamatkan mereka, apakah
itu akan ada perahu lain yang lewat atau pesawat terbang yang akan lewat atau
pun kuasa Tuhan sendiri yang akan menyelamatkan mereka. Pengusaha yang kedua tidak
mempunyai pengharapan lagi. Dia berpikir di tengah laut jarang kapal atau
perahu yang akan lewat. Dia berpikir bahwa tidak mungkin untuk mencapai daratan
dengan keadaan seperti itu. Baginya, lebih baik mati saja dari pada menderita
lebih lama terapung di atas laut. Setelah tiga hari berlalu dari peristiwa
tersebut, apa yang terjadi dengan kedua pengusaha itu? Pengusaha yang pertama
tetap memegang dan memeluk puing kayu walaupun tubuhnya sudah mulai lemah.
Sedangkan pengusaha yang kedua telah melepaskan pegangannya dari kayu sehingga
dia mati tenggelam. Dari cerita perumpamaan ini, kita bisa menarik pelajaran
bahwa pengharapan membuat seseorang lebih tangguh. Pengharapan membuat
seseorang tidak mudah menyerah. Begitu juga dengan Rasul Paulus, pengharapan yang
benar terhadap penderitaan yang turut mengerjakan kemuliaan kekal itulah yang yang
membuat Rasul Paulus tidak tawar hati dalam menghadapi penderitaan bahkan
ketika maut mengancam.
3.) Memiliki Perspektif Kekekalan (2 Korintus 4:18)
Rasul
Paulus tidak memfokuskan pandangannya pada apa yang kelihatan, melainkan pada
apa yang tidak kelihatan. Menurut Paulus, apa yang kelihatan adalah sementara
sedangkan apa yang tidak kelihatan adalah kekal. Oleh karena itu, dia tidak
memfokuskan pandangannya pada perkara yang duniawi, melainkan memfokuskan
pandangannya pada perkara sorgawi.
Perspektif
kekekalan itulah yang dimiliki oleh Rasul Paulus. Segala sesuatu yang dia
lakukan termasuk panggilannya sebagai seorang rasul, dilakukannya dengan
perspektif kekekalan. Dia melakukan semuanya itu karena dia melihat jauh kepada
kekekalan. Dia tidak mengejar upah duniawi, tetapi dia mengejar upah sorgawi.
Begitu juga dengan Musa, pemimpin yang membawa keluar bangsa Israel dari Mesir.
Musa lebih memilih menderita bersama orang Israel dari pada hidup senang
bersama putri Firaun karena pandangannya ia tujukan pada perkara yang tidak
kelihatan (Ibrani 11:24-27). Ia tidak memandang kepada perkara yang kelihatan
yaitu putri Firaun yang cantik dan kaya. Akan tetapi, ia mengarahkan
pandangannya pada apa yang tidak kelihatan, upah sorgawi. Perspektif kekekalan
itulah yang memotivasi Rasul Paulus untuk tetap maju dan tidak mudah menyerah
dalam menjalankan panggilannya.
Setiap
murid Kristus memiliki panggilan masing-masing yang harus dikerjakan dengan
tanggung jawab. Akan tetapi, dalam menjalankan panggilan itu seringkali kita
harus menghadapi apa yang disebut kesulitan, penderitaan, tantangan.
Sebagaimana Rasul Paulus tidak tawar hati dalam menghadapi semuanya itu, kita
boleh diingatkan supaya tidak tawar hati dalam menjalankan panggilan yang Allah
percayakan kepada kita masing-masing.